Nama
: Bela sintiya
Kelas
: A.12.1
Nim
: 15150010
contoh
kasus malpraktek etik dan yuridis
CONTOH
MALPRAKTIK ETIK
Kasus :
Seorang Ibu Primigravida dibantu oleh seorang bidan
untuk bersalin. Proses persalinannya telah lama karena lebih 24 jam bayi belum
juga keluar dan keadaan ibu nya sudah mulai lemas dan kelelahan karena
sudah terlalu lama mengejan. Bidan tersebut tetap bersikukuh untuk menolong
persalinan Ibu tersebut karena takut kehilangan komisi, walaupun asisten bidan
itu mengingatkan untuk segera di rujuk saja. Setelah bayi keluar, terjadilah
perdarahan pada ibu, baru kemudian bidan merujuk ibu ke RS. Ketika di jalan,
ibu tersebut sudah meninggal. Keluarganya menuntut bidan tersebut.
Analisa
bu tersebut sudah mengalami partus yang lama karena
lebih dari 24 jam, seharusnya bidan bisa mengetahui penyebab partus lama,
apakah ada malpresentasi pada janin, emosi yang tidak stabil pada ibu atau
panggul yang kecil sehingga bidan bisa bertindak secepatnya untuk menyelamatkan
nyawa ibu dan bayi, bukan mementingkan komisi yang membahayakan nyawa ibu dan
bayi. Perdarahan itu disebabkan karena atonia uteri akibat partus yang terlalu
lama. Atonia uteri hanya bisa bertahan dalam waktu 2 jam setela Post Partum.
Dalam kasus tertentu justru Bidan dengan sengaja
melakukanya demi uang, dan satu sisi pasien juga tidak mengetahui tentang
hak-hak apa yang dapat diperoleh pasien tentang kondisi kesehatannya atau
pasien sengaja tidak dikasih tahu informasi yang jelas tentang resiko, tindakan
serta prosedur persalinan yang yang seharusnya.Bidan tersebut telah melanggar
wewenangan bidan dan melakukan malpraktek.
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai)
misalnya kurang hati-hati melakukan proses kelahiran.
1.
Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan
mati atau luka-luka berat.
Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang
mati : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun.
2.
Pasal 1365 KUHS
Setiap perbuatan melanggar hokum yang mengakibatkan
kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang kkarena kesalahannya
mengakibatkan kerugian itu, menganti kerygian tersebut.
Cara membuktikan kelalaiannya adalah
Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) Jika seorang bidan melakukan
pekerjaan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka bidan tersebut dapat
dipersalahkan.
Kepala dinas kesehatan akan memcabut SIPB setelah
mendengar saran dan keputusan dari MPEB dan IBI . MPEB akan melakukan sidang dari
kasus ini. MPEB akan meminta keterangan dari bidan dan saksi. Yang menjadi
saksi dari kasus ini adalah asisten bidan. MPEB akan meminta keterangan dari
bidan dan saksi. Setelah asisten bidan mengatakan yang sebenarnya bahwa bidan
lah yang menahan rujukan karena alasan komisi, maka MPEB akan memberikan sanksi
yang setimpal karena sudah merugikan orang lain kepada bidan tersebut dan
sebagai gantinya izin praktik bidan tersebut akan di cabut. Keputusan MPEB
bersifat final.
Contoh sanksi bidan adalah pencabutan ijin praktek
bidan, pencabutan SIPB sementara, atau bisa juga berupa denda.
Penyimpangan yang dilakukan oleh bidan misalnya :
a. Bidan melakukan praktek
aborsi,yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan karena
termasuk tindakan kriminal.
b. Bidan tidak melakukan
rujukan pada ibu yang mengalami persalinan premature, bidan ingin
melakukan persalinan ini sendiri. Ini jelas
tidak boleh dilakukan, dan harus dirujuk. Karena ini
sudah bukan kewenangan bidan lagi, selain itu jika dilakukan oleh
bidan itu sendiri,persali akan membahayakan
ibu dan bayi yang dikandungnya.
CONTOH KASUS
MALPRAKTEK YURIDIS
Kasus II :
“Kasus Malpraktek dalam Bidang
Orthopedi”
Seorang pasien menjalani suatu pembedahan
di sebuah kamar operasi. Sebagaimana layaknya, sebelum pembedahan dilakukan
anastesi terlebih dahulu. Pembiusan dilakukan oleh dokter anastesi, sedangkan
operasi dipimpin oleh dokter ahli bedah tulang (orthopedy).
Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba
sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan setelah operasi selesai
dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga tak sadarkan diri.
Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di perawatan intensif dengan bantuan
mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan.
Pasalnya, sebelum dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah
tulangnnya.
Akan tetapi, ternyata kedapatan
bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas anastesi (N2O) yang dipasang pada mesin
anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan gas CO2. Padahal gas CO2
dipakai untuk operasi katarak. Pemberian CO2 pada pasien tentu mengakibatkan
tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi sangat
terganggu, pasien jadi tidak sadar dan akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta
penyimpangan sederhana namun berakibat fatal.
Analisa :
Ada sebuah kegagalan dalam proses
penetapan gas anastesi. Dan ternyata, di rumah sakit tersebut tidak ada
standar-standar pengamanan pemakaian gas yang dipasang di mesin anastesi.
Padahal seharusnya ada standar, siapa yang harus memasang, bagaimana caranya,
bagaimana monitoringnnya, dan lain sebagainya. Idealnya dan sudah menjadi
keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung
gas yang berbeda), jelas, dengan formulir yang memuat berbagai prosedur tiap
kali harus ditandai dan ditandatangani. Seandainya prosedur ini ada, tentu
tidak akan ada, atau kecil kemungkinan terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi
akan cepat diketahui siapa yang bertanggungjawab.
Jadi, contoh kasus malpraktik yang
ke-II ini merupakan suatu bentuk kelalaian berat (culpa lata) dari tenaga kerja
yang ada di rumah sakit, bukan hanya tenaga medis, tetapi juga tenaga dalam
bidang logistik, dalam bidang perencanaan, dan lain-lain yang menimbulkan
dampak yang sangat buruk bagi pasien yaitu kematian. Kelalaian fatal ini bisa
dikatakan terjadi karena kurangnya ketelitian dari dokter ataupun petugas
kesehatan lainnya dalam pemberian pelayanan kesehatan terhadap pasien.
Kelalaian ini juga bisa disebabkan
karena manejemen rumah sakit yang kurang tertata baik, pendidikan yang dimiliki
petugas yang mungkin masih minim serta banyak lagi faktor yang lainnya. Dan
tindakan tersebut tidak hanya melangar hukum, kode etik kedokteran dan juga
standar berperilaku dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa
seseorang.
Melakukan
malpraktek yuridis (melanggar hukum) berarti juga melakukan malpraktek etik
(melanggar kode etik). Sedangkan malpraktek etik belum tentu merupakan
malpraktek yuridis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar