MAKALAH UU NO 13 TAHUN 2003 dan UU NO 36 TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
1. UU No 13 Tahun 2003
Pembangunan di bidang ketenagakerjaan
adalah merupakan bagian dari pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, seperti
yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan tersebut
adalah untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta
mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil maupun
spiritual.
Penyelenggaraan negara yang menyangkut hak
warga negara adalah mengupayakan agar tiap warga negara mendapatkan pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, seperti yang diamanatkan dalam
pasal 27 ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945. Untuk dapat melaksanakan amanat
tersebut maka diperlukan penyelenggaraan negara atau pemerintahan yang baik (good governance). Wujud good governance adalah
penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggungjawab, serta
efektif dan efisien dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif
diantara domain-domain: negara, sektor swasta dan masyarakat. Oleh karena
itu good governance meliputi
sistem administrasi negara, maka upaya mewujudkan good governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan
pada sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara
menyeluruh.
Tenaga kerja merupakan pelaku pembangunan
dan pelaku ekonomi baik secara individu maupun secara kelompok dalam suatu
perusahaan. Peranannya sangat signifikan dalam aktifitas perekonomian nasional,
yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu,
tenaga kerja harus diberdayakan, termasuk tenaga kerja perempuan. Tujuannya
adalah agar mereka memiliki nilai lebih dalam arti lebih mampu, lebih terampil
dan berkualitas sehingga dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam
pembangunan nasional dan disamping itu juga agar mereka mampu bersaing dalam
era global yang melanda dunia.
Dengan adanya Undang-Undang No 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, maka pejabat-pejabat departemen tenaga kerja dan
departemen kesehatan serta pejabat lainnya yang terkait dapat melakukan
pengawasan dan memaksakan segala sesuatunya yang diatur oleh Undang-Undang dan
Peraturan lainnya tentang ketenagakerjaan kepada perusahaan-perusahaan. Dalam
pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan banyak kendala dan permasalahan yang dihadapi,
khususnya terhadap tenaga kerja perempuan, baik ditinjau dari aspek yuridis
(hukum), sosial budaya, maupun dari aspek hidup alami (kodrati) sebagai
perempuan.
2.
UU No 36 Tahun 2014
Masyarakat yang sehat, dengan
kapasitas fisik dan daya pikir yang kuat, akan menjadi kontribusi kontribusi
positif terhadap komunitasnya, dengan menjadi individu yang produktif.
Kesehatan memiliki daya ungkit yang dapat mendukung aspek-aspek pembangunan lainnya,
sehingga indikator-indikator kesehatan seringkali digunakan sebagai ukuran
kemajuan pembangunan. Upaya penurunan kemiskinan pun dipengaruhi oleh kebijakan
kesehatan yang diberlakukan, seperti universal health coverage, atau
perlindungan kesehatan menyeluruh. Agar dapat mencapai perlindungan kesehatan yang ideal tersebut, diperlukan
sebuah sistem pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif. Sistem ini mencakup akses terhadap pusat layanan kesehatan, obat-obatan
esensial, tenaga kesehatan yang kompeten, serta tata kelola yang baik.
Dengan diterapkannya sistem
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan peluncuran Kartu Indonesia Sehat (KIS)
pada tahun 2014, Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap perbaikan
kualitas kesehatan rakyatnya. Hal ini perlu diikuti dengan penguatan sistem
layanan kesehatan primer, dimana penguatan layanan primer menjadi vital dalam
perannya sebagai garda terdepan menjaga kesehatan masyarakat, dalam, melakukan
upaya prevensi atau pencegahan penyakit secara luas termasuk melalui edukasi
kesehatan, konseling serta skrining/penapisan. Kuatnya sistem pelayanan
kesehatan primer akan memperluas jangkauan layanan kesehatan hingga ke akar
rumput dan meminimalisir ketidakadilan akses terhadap kesehatan antar kelompok
masyarakat.
Dalam realita, Indonesia yang
mempunyai geografi berupa daratan, lautan, pegunungan serta banyaknya
pulau-pulau yang tersebar menyebabkan akses pelayanan kesehatan untuk daerah
tertentu sangat sulit dijangkau. Situasi di daerah tertinggal, perbatasan dan
kepulauan (DTPK) dan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) sangat berbeda dengan
daerah lainnya. Ketersediaan tenaga kesehatan dan sarana-prasarana merupakan
masalah utama yang terjadi di lapangan. Namun demikian, aktifitas pelayanan
wajib dilaksanakan dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak dapat
ditunda. Oleh sebab itu diperlukan kebijakan khusus mengenai model penempatan
tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan disesuaikan dengan
karakteristik daerah dan tidak menyamaratakan kebijakan tersebut untuk seluruh
wilayah Indonesia.
B.
Rumusan Masalah UU
1.
No 13 Tahun 2003
Mengacu pada latar
belakang masalah tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah :
a.
Bagaimanakah perlindungan tenaga kerja
perempuan dihubungkan dengan UU No 13 tahun 2003 pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan perundangan tersebut dilakukan oleh Pemerintah dan
Pihak-pihak terkait dengan peraturan perundang-undangan dalam keselamatan dan
kesehatan kerja di Indonesia?
b.
Bagaimanakah peraturan perlindungan tenaga
kerja khususnya tenaga kerja perempuan?
c.
Bagaimanakah pola perlindungan tenaga
kerja perempuan yang dilakukan di perusahaan?
2.
UU No 36 Tahun 2014
a.
Bagaimana isi dari Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2014 khususnya Pasal 44-47?
C.
Tujuan Makalah
1.
UU No 13 Tahun 2003
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui sejauh mana pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan perundangan tersebut yang dilakukan oleh
Pemerintah dengan peraturan perundang-undangan dalam keselamatan dan kesehatan
kerja di Indonesia.
b.
Untuk mengetahui peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
terhadap tenaga kerja perempuan yang dilaksanakan oleh perusahaan.
c.
Untuk mengetahui pola perlindungan tenaga
kerja perempuan yang dilaksanakan oleh perusahaan.
2.
UU No 36 Tahun 2014
a.
Untuk mengetahui isi dari Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2014.
BAB II
PEMBAHASAN
UU No 13 Tahun 2003
A. Tenaga Kerja
1.
Pengertian Perempuan
Definisi pengertian
perempuan sama dengan pengertian wanita pada dasarnya sama, keduanya pada
dasarnya memiliki pengertian yang berbeda-beda, namun tujuan isinya tidak
berbeda jauh satu sama lainnya. Seperti halnya arti perempuan menurut kutipan
dari Wikipedia, yaitu sebagai berikut: “Perempuan
adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia; satunya lagi adalah lelaki
atau pria. Berbeda dari wanita, istilah "perempuan" dapat merujuk
kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak”.
Adapun pendapat lain yang mendukung kutipan diatas
adalah dari kutipan Carapedia; ada beberapa definisi wanita di dalam
kutipan ini yaitu sebagai berikut:
a. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Wanita adalah perempuan
dewasa.
b. Hr Abu Dawud
& Tirmidzi
Wanita adalah saudara
kandung laki-laki.
c. Kiai Dahlan
Wanita merupakan aset
umat dan bangsa. Tidak mungkin membangun peradaban umat manusia apabila para
wanita hanya dibiarkan berdiam diri di dapur dan rumah saja.
d. Abdul Rachman Husein
Wanita adalah seorang
ibu sekaligus pendidik yang luar biasa.
Adapun kutipan
lain yaitu menurut Fitriya wahyuni, menyatakan bahwa“perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat
menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui”.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas penulis lebih
sependapat dengan kutipan dari Fitriya wahyuni, yang menyatakan bahwa
pengertian perempuan adalah seorang (manusia) yang mempunyai vagina,
dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui.
2. Pengertian
Tenaga Kerja
Definisi tenaga kerja pada dasarnya memiliki
pengertian yang berbeda-beda, namun tujuan isinya tidak berbeda jauh satu sama
lainnya. Seperti halnya pengertian tenaga kerja menurut kutipan dari Wikipedia.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini: “Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut
UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.
Adapun pendapat lain yang mendukung kutipan diatas
adalah dari kutipan Carapedia. Ada beberapa definisi tenaga kerja di dalam
kutipan ini yaitu sebagai berikut:
a. Eeng Ahman & Epi
Indriani
Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang
dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika ada permintaan kerja.
b. Alam. S
Tenaga kerja adalah
penduduk yang berusia 15 tahun keatas untuk negara-negara berkembang seperti
Indonesia. Sedangkan di negara-negara maju, tenaga kerja adalah penduduk yang
berumur antara 15 hingga 64 tahun.
c. MR. M.G. LAVENBACH,
merumuskan hukum perburuhan (Arbeidsrecht) sebagai sesuatu yang meliputi hukum
yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah
pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan
hubungan kerja itu.
d. Hukum yang berkenaan
dengan hubungan kerja yaitu peraturan-peraturan mengenai persiapan-persiapan
bagi hubungan kerja, yaitu meliputi penempatan dalam arti kata yang luas,
latihan kerja dan magang, juga mengenai kelanjutan dari hubungan kerja yang
berupa jaminan sosial buruh serta peraturan-peraturan mengenai badan-badan dan
organisasi-organisasi dilapangan perburuhan.
e. MR. N.E.H. VAN ESVELD, tidak membatasi hukum perburuhan pada
hubungan kerja dimana pekerjaan dibawah pimpinan. Hukum perburuhan meliputi
pula pekerjaan yang dilakukan oleh swa-pekerja yang melakukan pekerjaan atau
tanggungjawab dan resiko sendiri.
f. Menurut Soepomo,
yang mendasari pemikiran van Esveld yaitu bahwa timbulnya/tumbuhnya arbeidsrecht/hukum perburuhan
dimaksudkan untuk mencegah timbulnya atau menghapuskan akibat jelek,baik
materiil maupun idiil yang timbul dari pertentangan antara cita-cita luhur dan
perhitungan ekonomi, perentangan mana dirasakan oleh semua orang yang melakukan
pekerjaan.
g. Suparmoko & Icuk
Ranggabawono
Tenaga kerja adalah penduduk yang telah memasuki usia
kerja dan memiliki pekerjaan, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan
kegiatan lain seperti sekolah, kuliah dan mengurus rumah tangga.
h. Sjamsul Arifin, Dian
Ediana Rae, Charles, Joseph
Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bersifat
homogen dalam suatu negara, namun bersifat heterogen (tidak identik) antar
negara.
Berdasarkan beberapa kutipan di atas penulis
menyimpulkan bahwa pengertian tenaga kerja adalah seluruh penduduk dalam usia
kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan
jasa.
B. Ketenagakerjaan
1. Pengaturan Tenaga Kerja
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi
dan keterkaitan, tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama
dan sesudah masa kerja, namun juga dengan kepentingan pengusaha, pemerintah dan
masyarakat. Untuk itu diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif,
antara lain mencakup perencanaan tenaga kerja; pengembangan sumber daya
manusia; perluasan kesempatan kerja; pelayanan penempatan tenaga kerja; serta
peningkatan produktifitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia.
Secara umum pengaturan tenaga kerja dapat
dikelompokkan dalam 3 (tiga) periode atau masa, yaitu:
a. Pra Employment
Pra Employment adalah masa
sebelum pekerja memasuki hubungan kerja. Dalam rangka pemerintah mengatur
penyediaan tenaga kerja yang berkualitas dan dalam kuantitas yang memeadai,
serta untuk memeberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada para pencari kerja
termasuk penempatan tenaga kerja yang tepat guna, maka diperlukan data mengenai
keadaan ketenagakerjaan dari setiap perusahaan, yaitu mengenai identitas
perusahaan, hubungan ketenagakerjaan, perlindungan tenaga kerja dan kesempatan
kerja.
b. During Employment
During Employment yaitu dalam
hubungan kerja, meliputi:
1) Hubungan Kerja
Hubungan kerja merupakan hubungan hukum antara seorang
majikan dengan seorang buruh. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian
kerja antara majikan (pengusaha) dengan pekerja (buruh), yaitu suatu perjanjian
dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah
pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh
itu dengan membayar upah. Perjanjian melahirkan perikatan. Perjanjian kerja juga
melahirkan perikatan. Perikatan yang lahir karena perjanjian kerja inilah yang
merupakan hubungan kerja.
Paling tidak ada 4 unsur agar suatu perjanjian dapat
disebut sebagai perjanjian kerja, yaitu: ada pekerjaan, ada upah, dibawah
perintah dan waktu tertentu. Perjanjian kerja dibuat atas dasar: kemauan bebas
kedua belah pihak, kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak, adanya pekerjaan
yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat
keterangan: a) nama, alamat perusahaan dan jenis usaha; b) Nama dan alamat
pekerja; c) jabatan atau jenis pekerjaan; d) syarat-syarat kerja yang memuat
hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja; e) besarnya upah dan cara pembayaran;
f) tempat pekerjaan; g) mulai berlakunya perjanjian kerja; h) tempat dan
tanggal perjanjian kerja dibuat; i) tanda tangan para pihak dalam perjanjian
kerja.
2) Syarat- Syarat Kerja
Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
buruh dan pengusaha adalah merupakan jantungnya perjanjian kerja, yang juga
merupakan isi perjanjian kerja.
Adakalanya isi perjanjian kerja ini dirinci dalam
perjanjian, namun sering juga hanya dicantumkan pokok-pokoknya saja. Isi
perjanjian kerja sebagaimana isi perjanjian pada umumnya, tidak boleh
bertentangan dengan:
a) Undang-Undang
Dikatakan bertentangan dengan undang-undang apabila
isi perjanjian kerja bertentangan dengan keharusan yang dibebankan oleh
undang-undang. Sanksi terhadap isi perjanjian kerja yang bertentangan dengan
undang-undang bermacam-macam, dapat berupa kebatalan atau pidana.
b) Kesusilaan
Tidak ada batasan secara khusus mengenai makna
perjanjian kerja yang bertentangan dengan kesusialaan. Namun menurut prof. Iman
soepomo pada umumnya perjanjian kerja bertentangan dengan kesusilaan jika
perjanjian itu bertentangan dengan asas peradaban yang menjadi sendi peri
kehidupan negara dan masyarakat.
Suatu perjanjian kerja jelas bertentangan dengan
kesusilaan, misalnya:
· buruh wanita
harus berpakaian sedemikian rupa, yang dengan berpakaian seperti itu dapat
menimbulkan rengsangan seksual bagi laki-laki.
· Buruh tidak boleh
melangsungkan perkawinan
· Dan sebagainya.
c) Ketertiban Umum
Isi perjanjian kerja bertentangan dengan ketertiban
umum apabila pelaksanaan perjanjian kerja tersebut mengganggu tata tertib
pergaulan hidup dalam masyarakat. Misalnya pelaksanaan perjanjian kerja
mengganggu arus lalu lintas dan sebagainya.
3) Pengawasan Ketenagakerjaan
Keberhasilan pengawasan ketenagakerjaan merupakan
salah satu faktor yang sangat menentukan bagi terciptanya keserasian hubungan
kerja antara para pengusaha dan tenaga kerja. Pengawasan ketenagakerjaan telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu diantaranya:
· Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951
tentang pernyataan berlakunya
Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Nomor 23 Tahun
1948.
· Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja
· Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor KEP 96/MEN/BW/97 tanggal 31 Maret 1997 tentang Inspeksi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
4) Perselisihan Ketenagakerjaan/
Pemutusan Hubungan Kerja
Dalam kenyataan sehari-hari, kita melihat bahwa
kedudukan Serikat Pekerja lebih lemah bila dibandingkan dengan kedudukan
Pengusaha, maka campur tangan pemerintah dalam menyelesaikan perselisihan
ketenagakerjaan sangat diperlukan. Hal ini pengaturannya telah tertuang dalam
peraturan perundang-undangan, antara lain:
· Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
· Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.
· Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
c. Post Employment
Yang dimaksud dengan Post Employment adalah periode atau masa sesudah bekerja,
yaitu setelah tenaga kerja memasuki masa pensiun atau masa purna tugas.
Pengaturan tenaga kerja pada post employment dilakukan melalui Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) ini merupakan salah satu dari bentuk
perlindungan sosial bagi tenaga kerja, disamping upah pada masa during employment. Ruang lingkup
Undang-undang ini meliputi:
1) Jaminan Kecelakaan Kerja,
2) Jaminan Kematian,
3) Jaminan Hari Tua, dan
4) JaminanPemeliharaanKesehatan
Undang-undang ini dimaksudkan dalam rangka menciptakan
landasan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja.
Disamping itu juga mengatur penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja sebagai
perwujudan pertanggungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor
14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maupun
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Pengaturan
Tenaga Kerja Perempuan
Pengaturan untuk tenaga kerja perempuan tidak
dilakukan dengan peraturan khusus, namun diatur agar tidak ada diskriminasi
antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan.
Pengaturan tenaga kerja perempuan dalam Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003 meliputi:
Hak Khusus Pekerja/ Buruh
Perempuan
Hak khusus bagi pekerja/ buruh perempuan diatur dalam
pasal 81 dan pasal 82, pasal 83 mengenai cuti haid, cuti hamil dan menyusui
anak pada waktu kerja.
Dalam pasal 81 UU Nomor 13 Tahun 2003, yaitu diatur
sebagai berikut:
1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam
masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib
bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama.
Dalam pasal 82 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003,
yaitu mengatur mengenai:
1) Pekerja/buruh perempuan berhak
memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya
melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan.
2) Pekerja/buruh perempuan yang
mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah)
bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Selanjutnya dalam pasal 83 UU Nomor 13 Tahun 2003,
yaitu diatur sebagai berikut: “Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih
menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu
harus dilakukan selama waktu kerja”.
Dalam pasal 84 diatur bahwa: “Setiap pekerja/buruh
yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat
(2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh”.
3. Kewajiban
Tenaga Kerja
Kewajiban pekerja/ buruh diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, yaitu sebagai
berikut:
a. Melakukan
Pekerjaan
Melakukan pekerjaan merupakan kewajiban yang paling
utama bagi seorang pekerja/buruh, disamping kewajiban-kewajiban lainnya.
Pekerjaan yang wajib dilakukan oleh buruh/pekerja
hanyalah pekerjaan yang telah diperjanjikan. Dalam hal sifat luasnya (rincian)
pekerjaan tidak dirumuskan dalam perjanjian atau peraturan majikan, maka hal
itu ditentukan oleh kebiasaan. Dalam praktek hal seperti ini banyak terjadi,
misalnya seorang buruh disebuah rumah makan, kewajiban utamanya adalah melayani
orang-orang yang membeli makanan. Menurut kebiasaan buruh di rumah makan juga
wajib membersihkan meja makan, membersihkan lantai rumah makan, juga mencuci
peralatan untuk makan. Jarang dalam perjanjian kerja dirinci sampai hal-hal
yang sekecil-kecilnya mengenai kewajiban buruh.
Disamping itu buruh/pekerja wajib melakukan sendiri
pekerjaannya, artinya dia tidak boleh mewakilkan kepada orang lain untuk
melakukan pekerjaan tersebut, kecuali jika ada izin dari majikan.
b. Mentaati Peraturan
Tentang Melakukan Pekerjaan
Kewajiban buruh/pekerja untuk mentaati peraturan
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan melakukan pekerjaan merupakan
perwujudan dari perintah dari majikan.
Buruh/pekerja wajib mentaati peraturan mengenai hal
melakukan pekerjaan dan peraturan yang ditujukan pada peningkatan tata tertib
dalam perusahaan majikan yang diberikan kepadanya oleh majikan dalam batas
aturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.
c. Membayar
Ganti Rugi Kerugian dan Denda
Apabila perbuatan pekerja/buruh, baik yang dilakukan
dengan sengaja maupun kelalaian yang menimbulkan kerugian pada perusahaan, maka
dia harus membayar ganti kerugian. Disamping itu pekerja/buruh harus membayar
denda apabila dia melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja tertulis atau
peraturan perusahaan.
C. Perlindungan Tenaga Kerja
Perempuan
1. Perlindungan Teknis
Terhadap Tenaga Kerja
Keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan penjagaan agar buruh (tenaga kerja) melakukan
pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan tidak hanya ditujukan terhadap pihak
majikan yang hendak memeras tenaga buruh, tetapi juga ditujukan terhadap buruh
itu sendiri, dimana dan bilamana buruh misalnya hendak memboroskan tenaganya
dengan tidak mengindahkan kekuatan jasmani dan rohaninya.
Maksud dan tujuan diadakannya peraturan tentang
keselamatan dan kesehatan kerja yaitu sebagai berikut:
a. Perlindungan bagi buruh
terhadap pemerasan (eksploitasi) tenaga buruh oleh majikan, misalnya untuk
mendapat tenaga yang murah, mempekerjakan budak, pekerja rodi, anak dan wanita
untuk pekerjaan yang berat dan untuk waktu yang tidak terbatas.
b. Meringankan pekerjaan yang
dilakukan oleh para budak dan para pekerja rodi (perundangan yang pertama-tama
diadakan di Indonesia).
c. Membatasi waktu kerja bagi
anak sampai 12 jam sehari (di Inggris tahun 1802, The Health and Morals of Apprentices Act).
Untuk melindungi keselamatan pekerja/ buruh untuk
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja ini dimaksudkan
untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/ buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi.
Agar upaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat
dilaksanakan dengan baik, maka setiap perusahaan wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.
Perlindungan teknis terhadap tenaga kerja
ada 3 (tiga) yaitu sebagai berikut:
a. Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses
dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif
Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja
di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
b. Keselamatan kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian
dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Ruang lingkup keselamatan kerja adalah meliputi setiap
ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga
kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
Dalam penerapannya ada tiga unsur yang terkait dengan
keselamatan kerja yaitu:
1) Tempat dimana dilakukan pekerjaan
bagi suatu usaha.
2) Adanya tenaga kerja yang bekerja
disana.
3) Adanya bahaya kerja di tempat itu
Yang diatur dalam Undang Undang Keselamatan kerja ini
ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah,
dipermukaan air, di dalam air maupun di udara.
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja yang dimaksudkan untuk:
1) Mencegah dan mengurangi
kecelakaan.
2) Mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran.
3) Mencegah dan mengurangi bahaya
peledak.
4) Memeberi kesempatan atau jalan
menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
5) Memberi pertolongan pada
kecelakaan.
6) Memberi alat-alat perlindungan
diri para pekerja.
c. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik
fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha preventif (pencegahan) dan
kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerja dan lingkungan kerja, serta
terhadap penyakit-penyakit umum.
Sistem kesehatan di perusahaan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) Adanya pengorganisasian pelayanan
kesehatan yang jelas tentang jenis, bentuk, jumlah dan pendistribuasiannya.
2) Adanya pengorganisasian pembiayaan
kesehatan yang harus jelas jumlahnya, pendistribusiannya, pemanfaatannya dan
mekasnisme pembiayaannya.
Demikian pula suatu pelayanan kesehatan kerja
(perusahaan) dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Tersedia (available): perusahaan harus menyediakan pelayanan kesehatan
untuk pekerja dengan cara mempunyai poliklinik sendiri atau diserahkan kepada
pihak ketiga.
2) Wajar (appropriate): pelayanan kesehatan kerja harus sesuai dengan
kebutuhan dan kewajaran untuk pekerja, sesuai dengan kondisi dan situasi
perusahaan.
3) Berkesinambungan (continue): pelayanan kesehatan kerja
harus berkelanjutan, yaitu selain pemeriksaan pada saat pekerja sakit, juga
dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala sehingga kesehatan pekerja dapat
dipantau secara terus menerus.
Pelayanan kesehatan kerja bagi tenaga kerja perempuan,
selain pelayanan kesehatan kerja seperti tenaga kerja lainnya (laki-laki), maka
yang perlu mendapatkan perhatian adalah pelayanan kesehatan yang berkaitan
dengan hidup alami (kodrati) tenaga kerja perempuan, yaitu haid, hamil,
melahirkan, menyusui bayinya dan masa menopause bagi tenaga kerja perempuan.
2. Perlindungan
Hukum Terhadap Tenaga Kerja Perempuan
Pembangunan ketenagakerjaan merupakan upaya menyeluruh
disemua sektor ditujukan pada perluasan lapangan kerja dan pemerataan
kesempatan kerja, peningkatan mutu dan kemampuan tenaga kerja serta
perlindungan tenaga kerja.
Kebijaksanaan dibidang perlindungan hukum terhadap
tenaga kerja (perlindungan kerja) secara umum ditujukan pada:
a. Perbaikan
upah.
b. Kondisi kerja
dan hubungan kerja.
c. Keselamatan
dan kesehatan kerja.
d. Jaminan sosial
lainnya dalam rangka perbaikan kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh.
Perlindungan Hukum bagi tenaga kerja perempuan
meliputi sebagai berikut:
1) Mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh pekerjaan dan memperoleh perlakuan yang sama dari pengusaha tanpa
diskriminasi.
2) Mempunyai hak yang sama atas upah
dan jaminan sosial tenaga dengan tanpa diskriminasi.
3) Mempunyai kebebasan untuk
membentuk, masuk atau tidak masuk menjadi anggota serikat pekerja/ serikat
buruh.
4) Mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas moral dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
5) Mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan dalam keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan Hukum dalam keselamatan dan kesehatan
kerja bagi tenaga kerja perempuan meliputi:
a) Waktu kerja (pasal 77 UU Nomor 13
Tahun 2003)
b) Waktu istirahat (pasal 79 UU Nomor
13 Tahun 2003)
c) Kerja malam hari (pasal 76
UU Nomor 13 Tahun 2003)
d) Hak khusus perempuan (pasal 81,82
dan 83 UU Nomor 13 Tahun 2003)
e) Kesempatan menyusui anak
pada waktu kerja
f) Larangan pemutusan hubungan
kerja pada waktu hamil.
3. Pelaksanaan
Peraturan Perundangan Yang Dibuat Pemerintah Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja
Perempuan di Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Berdasarkan hasil survey di internet dan kutipan dari
sebuah buku terhadap peraturan perundangan yang dibuat Pemerintah untuk mengatur
dan memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan khususnya di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, maka dapat di simpulkan dalam tabel berikut
ini:
Tabel 1. 1
Peraturan Peundang-Undangan Tentang
Ketenagakerjaan Yang di Hubungkan Dengan Perlindungan Tenaga Kerja Perempuan
No
|
Peraturan Perundang-undangan Tentang
Ketenagakerjaan
|
Mengatur dan Memberi Perlindungan
Terhadap Tenaga Kerja Perempuan
|
1.
|
1. UU No. 14/1969 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja, Pasal 3&4.
2. UU No. 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
3. UU No. 13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal
5 & pasal 6.
|
Hak yang sama dalam memperoleh
pekerjaan.
Hak yang sama dalam perlakuan terhadap pekerjaan.
|
2.
|
1. UU No. 13/ 2003 tentang
Ketenagakerjaan, pasal 88 samapai dengan pasal 101.
|
Hak yang sama atas upah dan jaminan
sosial tenaga kerja.
|
3.
|
1. UU No. 14/ 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja, pasal 11, pasal 13.
2. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Bab XI
mengenai Hubungan Industrial
|
Hak untuk kebebasan berserikat,
perlindungan hak untuk berorganisasi dan untuk mogok kerja.
|
4.
|
1. UU No. 14/ 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja, pasal 9
2. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal
88 dan pasal 87.
|
Hak untuk memperoleh Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
|
5.
|
1. UU No. 14/ 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja, pasal 9.
2. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal
76 dan pasal 86.
|
Hak untuk memperoleh perlindungan atas
moral dan kesusialaan.
Hak untuk memperoleh perlindungan atas
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
|
UU No 36 Tahun 2014
2.1 Bab 1 Registrasi dan Perizinan
Tenaga Kesehatan
A. Pasal 44
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang
menjalankan praktik wajib memiliki STR.
2. STR sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan setelah memenuhi persyaratan.
3. Persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.
memiliki
ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
b.
memiliki
Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c.
memiliki
surat keterangan sehat fisik dan mental;
d.
memiliki
surat pernyataan telah mengucapkansumpah/janji profesi;dan
e.
membuat
pernyataan mematuhi dan melaksanakanketentuan etika profesi.
4. STR berlaku selama 5 (lima) tahun
dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
5. Persyaratan untuk Registrasi ulang
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. memiliki STR lama;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau
Sertifikat Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat
fisik dan mental;
d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
e. telah mengabdikan diri sebagai
tenaga profesi atau vokasi di bidangnya; dan
f. memenuhi kecukupan dalam
kegiatan pelayanan,pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
B. Pasal 45
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi Ulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 diatur dengan Peraturan Konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan.
C. Pasal 46
1.
Setiap
Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib
memiliki izin.
2.
Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP.
3.
SIP sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas
rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/ kota tempat Tenaga
Kesehatan menjalankan praktiknya.
4.
Untuk
mendapatkan SIP sebagairnana dirnaksud pada ayat (2), Tenaga Kesehatan harus
memiliki:
a. STR yang masih berlaku;
b. Rekomendasi dari Organisasi Profesi;
dan
c. Tempat praktik.
5.
SIP
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing berlaku hanya untuk 1 (satu) tempat
6.
SIP masih
berlaku sepanjang:
a. STR masih berlaku; dan
b. Tempat praktik masih sesuai dengan
yangtercantum dalam SIP.
7.
Ketentuan
lebih lanjut sesuai dengan yang mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) diatur dengan Peraturan Menteri.
D. Pasal 47
Tenaga
Kesehatan yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama praktik.
2.2 Penjelasan Atas UU RI No 36 tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
Undang-Undang
tentang Tenaga Kesehatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa Pembukaan UUD 1945
mencantumkan cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan
nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa salah satu wujud memajukan kesejahteraan umum adalah
Pembangunan Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran' kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya' sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif.
Kesehatan
merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau juga merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka melakukan
upaya kesehatan tersebut perlu didukung dengan sumber daya kesehatan, khususnya
Tenaga Kesehatan yang memadai, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun
penyebarannya.
Upaya
pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan sampai saat ini belum memadai, baik dari
segi jenis, kualifikasi, jumlah, maupun pendayagunaannya. Tantangan
pengembangan Tenaga Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan
adalah:
1.
Pengembangan
dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan Tenaga
Kesehatan untuk pembangunan kesehatan;
2.
Regulasi
untuk mendukung upaya pembangunan Tenaga Kesehatan masih terbatas;
3.
Perencanaan
kebijakan dan program Tenaga Kesehatan masih lemah;
4.
Kekurangserasian
antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis Tenaga Kesehatan;
5.
Kualitas
hasil pendidikan dan pelatihan Tenaga Kesehatan pada umumnya masih belum
memadai;
6.
Pendayagunaan
Tenaga Kesehatan, pemerataan dan pemanfaatan Tenaga Kesehatan berkualitas masih
kurang;
7.
Pengembangan
dan pelaksanaan pola pengembangan karir, sistem penghargaan, dan sanksi belum
dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan;
8.
Pengembangan
profesi yang berkelanjutan masih terbatas;
9.
Pembinaan
dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan belum dapat dilaksanakan sebagaimana yang
diharapkan;
10. Sumber daya pendukung pengembangan
dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan masih terbatas;
11. Sistem informasi Tenaga Kesehatan
belum sepenuhnya dapat menyediakan data dan informasi yang akurat, terpercaya,
dan tepat waktu; dan
12. Dukungan sumber daya pe mbiayaan dan
sumber daya lain belum cukup.
Dalam
menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya penguatan regulasi untuk
mendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan melalui percepatan
pelaksanaannya, pen.ingkatan kerja sama lintas sector, dan peningkatan pengelolaannya
secara berjenjang di pusat dan daerah.
Perencanaan
kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional disesuaikan dengan kebutuhan
berdasarkan masalah kesehatan, kebutuhan pengembangan program pembangunan
kesehatan, serta ketersediaan Tenaga Kesehatan tersebut. Pengadaan Tenaga
Kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhan diselenggarakan melalui
pendidikan dan pelatihan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun
masyarakat, termasuk swasta.
Pendayagunaan
Tenaga Kesehatan meliputi penyebaran Tenaga Kesehatan yang merata dan
berkeadilan, pemanfaatan Tenaga Kesehatan, dan pengembangan Tenaga Kesehatan,
termasuk peningkatan karier.
Pembinaan
dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan terutama ditujukan untuk meningkatkan
kualitas Tenaga Kesehatan sesuai dengan Kompetensi yang diharapkan dalam
mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia.
Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan
komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan Tenaga
Kesehatan serta legislasi yang antara lain meliputi sertifikasi melalui Uji
Kompetensi, Registrasi, perizinan, dan hak-hak Tenaga Kesehatan.
Penguatan
sumber daya dalam mendukung pengembangandan pemberdayaan Tenaga Kesehatan
dilakukan melaluipeningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan, penguatan sistem
informasi Tenaga Kesehatan, serta peningkatan pembiayaan dan fasilitas
pendukung lainnya.
Dalam rangka
memberikan pelindungan hukum dankepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan, baik
yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat maupun yang tidak langsung,
dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri, diperlukan adanya
landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang kesehatanserta sosial ekonomi dan budaya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. UU No 13 Tahun 2003
Berdasarkan rumusan masalah dan uraian-uraian diatas,
maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
a. Peraturan perundangan
tentang ketenagakerjaan (buruh) salah satu tujuannya adalah memberikan
perlindungan terhadap tenaga kerja baik perlindungan sosial maupun perlindungan
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Pelaksanaan peraturan-peraturan
tersebut, khususnya dalam perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan
dilaksanakan oleh pemerintah, pengusaha dan pekerja/ buruh di Indonesia.
Namun pada kenyataannya sangat bertolak belakang dan
jauh dari penerapan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan tersebut jika
dilihat dari data-data diatas yang diambil dari situs:
yang mencerminkan bahwa perusahan tidak menjalankan
peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan yang dibuat oleh pemerintah.
b. Bagaimanakah pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan perundangan tersebut dilakukan oleh Pemerintah
dan Pihak-pihak terkait dengan peraturan perundang-undangan dalam keselamatan
dan kesehatan kerja di Indonesia?
Berdasarkan data-data dan uraian diatas, menurut
penulis pemerintah sudah melaksanakan pengawasan dan pelaksanaan peraturan
perundangan tentang ketenagakerjaan, namun menurut penulis masih banyak
perusahaan yang melanggar peraturan tersebut. Hal itu mencerminkan bahwa antara
pemerintah dan perusahaan masih belum ada koordinasi yang baik tentang
pelaksanaan peraturan perundangan ketenagakerjaan ini.
c. Apakah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
terhadap tenaga kerja perempuan sudah dilaksanakan oleh perusahaan?
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari situs:
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/, maka
mencerminkan bahwa jelas sangat terlihat masih banyak perusahaan yang tidak
melaksanakan Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan tersebut sehingga
menimbulkan Kecelakaan Kerja dan menimbulkan Pelanggaran Norma Ketenagakerjaan.
2.
UU No 36 Tahun 2014
Tenaga
Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.
Tenaga
kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undangg Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Penyelenggaraan
upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab,
yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara
terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan, sertihkasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan,
dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan.
B.
Saran
1.
UU No 13 Tahun 2003
Berdasarkan kesimpulan dan uraian-uraian diatas maka,
penulis dapat memberikan beberapa saran yaitu sebagai berikut:
a. Sangat diperlukannya
pengawasan yang ketat yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait yaitu
pemerintah, dinas-dinas terkait dengan perusahaan tersebut dan tentunya para
pekerja di perusahaan tersebut agar perusahaan tidak melanggar norma
Ketenagakerjaan.
b. Untuk meminimalisir
terjadinya kecelakaan kerja, maka perlunya pengawasan dari pemerintah,
dinas-dinas terkait dan pekerja dan serta sanksi yang tegas bagi perusahaan
yang melanggar aturan pemerintah yang menimbulkan banyaknya korban jiwa
terhadap pekerja.
2.
UU No 36 Tahun 2014
a.
Bidan
sebagai seorang tenaga kesehatan harus mampu menjalankan tugas dan kewajibannya
dengan baik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014. Selain itu, bidan
harus bisa mengembangkan kemampuan dan keahliannya sesuai perkembangan zaman
dengan mengikuti seminar dan pelatihan.
3.
1. UU No 13 Tahun 2003
Budiono,
Abdul Rachad, Hukum Perburuhan di
Indonesia, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999: 25
Soepomo
iman, hukum perburuhan, bidang hukum kerja, penerbit Djambatan, 2001, halaman
66.
Undang undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
Perempuan. http://id.wikipedia.org/wiki. diakses pada
hari Senin, 28 Maret 2016 pukul 12.00 WIB.
2.
UU No 36 Tahun
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar